Archive for May, 2008

(Jangan) Ada Perselingkuhan di Antara Kita

Lagi-lagi DPR RI bikin skandal, baru saja reda kasus heboh rekaman adegan syur politisi dari Partai Golkar Yahya Zaini dengan pedangdut Maria Eva, kini muncul cerita baru. Bermula dari beberapa hari yang lalu foto syur anggota Dewan yang Terhormat kembali beredar di internet. Kali ini, pelakunya adalah Max Moein dari Fraksi PDIP.

Beredarnya foto -terlepas dari keabsahan foto tersebut- atau adegan esek-esek yang justru dilakukan elite politik ini telah menambah deretan kasus dekadensi moral yang sedang melanda bangsa kita. Kasus hubungan lain jenis yang bukan muhrim hampir tiap hari terjadi di mana-mana, bahkan dipertontonkan melalui pemberitaan atau penayangan televisi.

Kita sungguh prihatin, karena sepertinya perselingkuhan ini bukan kejadian aneh. Ia seperti jadi kisah rutin manusia. Bisa jadi kita mendapati kejadian ini bahkan dialami saudara atau teman-teman dekat kita. Satu hal yang pasti membuat kita sakit hati mendengarnya. Kita diingatkan lebih intensif tentang perselingkuhan dan segala efek negatif yang menyertainya ketika kejadiannya menimpa orang-orang yang menjadi public figure apalagi anggota dewan yang (katanya) Terhormat itu.

Masalahnya media massa memang terlalu rakus untuk tidak memberitakan kisah-kisah heboh seperti ini. Kita pun mungkin tidak terlalu suka dengan terisinya ruang wacana publik dengan berita-berita seperti ini. Apalagi kita tentu menyimpan empati terhadap keluarga yang diterpa musibah perselingkuhan ini. Kalau sudah begini, minimal kita bisa menjadikan berita-berita ini bermanfaat buat kita dan tentu kita berdoa semoga pihak-pihak yang ditimpa “musibah” tadi bisa menyelesaikan masalah mereka dengan baik.
Read the rest of this entry »

Comments (6)

Menelusuri Jejak Ulama di Tanah Borneo

Pernah dimuat pada harian Mata Banua/ Jum’at, 30 Mei 2008 dan Kalimantan Post/ Jum’at, 4 Juli 2008

“Ulama bukanlah malaikat dari langit yang diturunkan ke bumi untuk menyelesaikan persoalan manusia dengan mukjizat, secepat kilat untuk kemudian kembali ke langit. Ulama adalah orang biasa yang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, dalam masa yang panjang, sampai waktu mereka habis”.

Perjalanan sejarah dari masa ke masa tak luput dari kilasan perjalanan sosok para ulama. Merekalah garda terdepan semangat juang yang tengah dikobarkan. Merekalah guru bagi peradaban yang agung. Peradaban yang melahirkan jundi-jundi yang ikhlas mempertaruhkan dirinya atas nama dien yang mulia, al-Islam.

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mau menghargai jasa-jasa para pahlawannya. Ungkapan klasik ini memiliki makna penting dalam pembangunan bangsa ke depan. Begitu pula umat yang besar adalah umat yang mau menghargai, mengenang, menelusuri dan mengikuti jejak langkah para ulamanya. Sebab sangat jelas, ulama adalah pewaris para nabi, karena peran dan perjuangan para ulama yang telah mendahului perjuangan para penerusnya saat inilah, akhirnya dakwah sampai kepada kita.

Read the rest of this entry »

Comments (1)

Cerdas, Tak Hanya di Atas Kertas

Conan Edogawa, detektif cilik nan imut yang hidup dalam dunia fiksi ini dikenal karena kejeniusannya dalam mengungkap kasus-kasus pembunuhan. Karakter yang sama juga terdapat pada Chinmi. Jago kungfu asal Kuil Dairin ini juga mampu menarik minat pembaca komik “Kungfu Boy” dengan kecerdasannya dalam mempelajari jurus kungfu yang diuraikan seilmiah mungkin. Dua tokoh fiksi ini mmemang hidup di dunia komik. Tapi kecerdasannya digilai para penggemarnya di dunia nyata. Jangan-jangan, kita salah satu fans mereka.

Ya, jadi orang cerdas memang impian. Di sekolah, cerdas identik dengan popularitas. Siswa cerdas pasti tidak akan luput dari perhatian guru dan pihak sekolah. Soalnya siswa model begini jadi aset berharga untuk mengharumkan nama baik sekolah dengan ukiran prestasinya.

Tapi cerdas yang bagaimana? Ini yang jadi soal. Sebab saat ini, kebanyakan orang menganggap kecerdasan selalu berkaitan dengan intelektual, langganan juara kelas, atau jago mengerjakan soal-soal rumit pelajaran Fisika, Matematika, Kimia, atau Biologi. Seolah tidak ada parameter pemaaf, penyabar, empati, suka menolong atau aktivis dakwah pada diri seorang siswa cerdas.
Read the rest of this entry »

Comments (4)

Pengemis dan Ironi “Kota Tua” Banjarmasin

Pernah dimuat pada harian Radar Banjarmasin dan Barito Post/ Selasa, 27 Mei 2008

Sudah menjadi tradisi bagi warga kota Banjarmasin untuk menyaksikan begitu banyaknya kaum papa yang bertebaran di setiap sudut kota. Mungkin karena Banjarmasin adalah barometer ibukota propinsi yang sering diidentikkan bahwa kota besar selalu menampung manusia-manusia miskin yang kalah melawan arus kota.

Hanya mereka yang benar-benar siap menjadi orang kotalah yang dapat terus bertahan mengais hidup
di Banjarmasin. Tentunya bukan tidak mungkin di antara mereka harus ada yang rela menjadi korban ke-modern-an kota, bahkan teori kelicikan juga harus dipelajari untuk terbiasa dengan kehidupan Banjarmasin yang sering main sikut. Benar kata kiasan “Ibu kota lebih kejam dari Ibu tiri”, hanya orang yang bisa lebih kejam yang dapat menaklukan kota Banjarmasin.

Sedangkan para gelandangan dan pengemis adalah salah satu contoh manusia-manusia marginal dan kalah, kesalahan mereka karena pasrah pada nasib yag menjadikan mereka kalah.

Bukankah hidup di Banjarmasin untuk merubah nasib?

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Buku, Tradisi Menulis dan Kebangkitan Nasional

Sebagai urang banua, mari kita lanjutkan tradisi hebat yang dibangun Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Di zaman mesin tulis belum populer, apalagi komputer dan internet, beliau telah menulis belasan buku. Ketika etnik-etnik Nusantara lainnya belum menulis, Datuk kita telah mencontohkan bagaimana menulis sangat positif. Buku beliau dipakai di manca negara. Paling populer, Sabilal Muhtadin…” (Ersis Warmansyah Abbas)

Menulis di kalangan Islam, sebenarnya mempunyai akar sejarah yang sangat kuat. Ini dibuktikan dengan banyaknya karya-karya cendekiawan muslim, yang bisa kita lihat dan kita baca sampai sekarang. Di mana dengan berbagai karyanya tersebut, para cendekiawan Islam dikenal tidak hanya di kalangan Islam sendiri, tetapi juga oleh orang non muslim.

Avessina (Ibnu Shina), adalah contoh kecil cendekiawan muslim yang kepakarannya terutama di bidang kedokteran, sangat diakui. Di mana buah karyanya berjudul al Qanuun fi al-Thibb, menjadi rujukan oleh mereka yang belajar kedokteran. Bahkan dengan karyanya itu, ia “dinobatkan” sebagai bapak kedokteran dunia.

Cendekiawan lain adalah Imam al-Ghazali. Di mana magnum opus-nya Ihya’ Ulumiddin, konon menjadi rujukan oleh negeri Barat (dan Eropa) selama lebih kurang 7 abad lamanya.
Karya-karya mereka lah yang membuat mereka dikenal. Karya yang tidak lapuk oleh waktu, karena ditulis dalam sebuah media bernama buku atau kitab, sehingga bisa dinikmati oleh generasi yang jauh di bawahnya.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

De Javu di Hari Kebangkitan Nasional

Waktu terus berputar seperti jarum jam. Tanggal 20 Mei tahun 2008: Hari Kebangkitan Nasional baru saja berlalu. Ramai-ramai kita merayakannya dengan gembira, masing-masing dengan tingkah-polahnya: pawai, apel kebangkitan, bazaar, demonstrasi, bikin resolusi, atau adapula yang menyampaikan doa dengan khidmat. Orang-orang berucap: semoga ke depan hidup lebih baik, rejeki bertambah, tercukupi sandang pangan, kemiskinan berkurang, dan tak ada lagi bencana.

Suatu kewajaran bila kita berharap sesuatu yang lebih baik di hari kebangkitan nasional bangsa. Hanya saja kita juga mesti tabah, karena harapan-harapan kita itu lebih sering terbang begitu saja entah ke mana (?). Hilang diterpa angin puting beliung, dihanyutkan banjir, dan tertimbun tanah longsor. Betapa seringnya apa yang kita angankan dan kita pikirkan jauh di atas kenyataan apa yang kita dapatkan.

Bukankah di hari Kebangkitan Nasional setahun yang lalu, kita juga pernah berucap hal sama seperti kali ini. Bahkan di Harkitnas setahun sebelumnya lagi juga begitu. Harkitnas 10 tahun yang lalu sepertinya begitu juga. Harapan-harapan yang kita ucapkan tak beranjak dari yang itu-itu saja. Kalau begitu mungkin tahun depan kita juga akan mengucapkan harapan yang sama seperti tahun ini.

Read the rest of this entry »

Leave a Comment

Guru, Episentrum Kebangkitan Nasional

Berita mengenai penderita gizi buruk terus meningkat. Kematian seorang ibu di Makasar beberapa waktu lalu bersama anaknya karena kelaparan makin membuat bangsa ini getir. Belum juga usai, seorang ibu di Tangerang meregang nyawa karena tak kuat berobat ke rumah sakit. Ia sakit dan tak punya biaya ke puskesmas. Karena sakit, sang ibu miskin ini tidak makan selama tiga hari. Bayangkan! Akibatnya pun fatal. Sang ibu meninggal dunia.

Bangsa ini perlu bangkit. Namun, dari mana kita memulai kebangkitan bangsa ini? Jawabannya: dari dunia pendidikan. Pendidikan diyakini bisa berdampak pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.

Pendidikan juga diyakini bisa mengangkat derajat bangsa menjadi lebih beradab dan modern. Itu sebabnya, pendidikan menjadi kunci kebangkitan bangsa ini.

Read the rest of this entry »

Comments (1)

Kebangkitan Nasional, Antara Harapan dan Realita

Bulan Mei identik dengan kebangkitan nasional. Perkumpulan priyayi Jawa bernama Budi Utomo disebut-sebut sebagai motor penggeraknya. Walau masih terbatas di Pulau Jawa, Budi Utomo dianggap menjadi “cikal bakal” embrio kebangkitan nasional bangsa Indonesia.

Meskipun hingga kini ahli sejarah masih melakukan kajian mendalam tentang tahun dan nama kelahiran kebangkitan nasionalisme tersebut, mengingat munculnya pandangan bahwa organisasi tersebut bukan dalam lingkup nasional dan hanya mewakili kalangan Jawa.

Tetapi, paling tidak, telah terjadi sebuah gerakan perlawanan terhadap penjajah oleh mahasiswa kedokteran Stovia yang notabene sekolah milik pemerintahan penjajah. Merupakan kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi stimulant dan pijakan awal kebangkitan nasional.
Read the rest of this entry »

Comments (1)

Mewarisi Etos Perjuangan Hassan Basry (Sebuah Refleksi Untuk Kebangkitan)

Pernah dimuat pada harian Mata Banua/ Senin, 19 Mei 2008

Saya yakin sungguh-sungguh bahwa jiwa 17 Mei tetap kita miliki dari dulu, sekarang dan pada masa-masa yang akan datang.” (Pidato Hassan Basry, 17 Mei 1963)

Kenalkah Anda dengan Hassan Basry, seorang pahlawan nasional dari Kalimantan Selatan yang wajahnya hanya kita kenal lewat buku-buku sejarah. Bahwa eksistensi Hassan Basry tak dapat dipisahkan dengan kelahiran organisasi perjuangan ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan, yang telah mengukir sejarah perlawanan heroik terhadap kolonialisme Belanda. Kisah perjuangannya ternyata lebih heroik daripada Spiderman III.

ALRI Divisi IV telah memberikan warna yang tajam dalam antisipasinya terhadap politik pecah belah Belanda pada saat itu. Politik “devide et impera” dengan gerakan federalisme-nya ini telah dikecam begitu keras oleh Hassan Basry sebagai seorang pejuang nasionalis yang tetap bertahan pada prinsip perjuangan.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Momentum Umat Di Hari Kebangkitan Nasional

20 Mei akan segera tiba. Di hari itu kita bangsa Indonesia memperingati Hari Kebangkitan Nasional, yang bagi sebagian komunitas kecil masyarakat Indonesia yang masih berpikir kritis nampaknya bisa menjadi momentum yang pas untuk introspeksi atas capaian pembangunan nasional dan pendidikan manusia Indonesia.

Namun, yang memprihatinkan, memang belum lama kita melihat berbagai kegaduhan dunia pendidikan nasional dengan berbagai ulah yang menunjukkan bahwa soko guru pembangunan karakter manusia Indonesia telah rontok berkeping-keping, menyisakan kengiluan, keprihatinan dan kekhawatiran yang mendalam bagi banyak kalangan.

Apa momentum Harkitnas bagi bangsa Indonesia, khususnya Umat Islam yang saat ini menurut statistik menjadi penghuni terbanyak NKRI ini?

Read the rest of this entry »

Comments (1)

Napak Tilas Kepahlawanan Hassan Basry di Era Reformasi

Pernah dimuat pada harian Barito Post/ Sabtu, 17 Mei 2008 dan harian Kalimantan Post/ Rabu, 21 Mei 2008

SETIAP generasi mempunyai pahlawan sendiri-sendiri. Tetapi bagaimana sosok pahlawan dalam pandangan satu generasi dengan generasi lain, atau bahkan orang per orang, belum tentu akan sama.

Sosok pahlawan tidak semata dilihat dari kandungan heroismenya. Ada nilai kesejarahan sesuai dengan dimensi waktu yang terjadi pada generasi bersangkutan. Maka di zaman Kerajaan Banjar ada Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayullah, tapi di masa revolusi ada Hasanuddin HM.

Tetapi tak sedikit pula sosok-sosok pahlawan yang tetap hidup dan memperoleh tempat dari generasi ke generasi, bahkan melewati batas waktu sekian abad. Sosok Gajah Mada, pemersatu Nusantara, adalah salah satunya.

Siapapun sosok pahlawan yang muncul di satu dan lain generasi, maka nilai yang terkandung dalam kepahlawan itu tetap sama. Lalu bagaimana dengan sosok-sosok pahlawan di era reformasi? Apakah mereka yang berjiwa reformis itu otomatis juga seorang herois? Siapakah sebenarnya yang disebut sebagai pahlawan?

Di era reformasi, masihkah para pahlawan memiliki tempat di hati pemuda? Sebuah pertanyaan yang barangkali aneh, namun mungkin juga satu ikhtiar untuk mengimbau makna ingatan, mencoba menangkal ancaman yang datang dari sebuah kekhilafan sejarah.

Read the rest of this entry »

Comments (2)

Wanita: Antara Idealisme, Emansipasi dan Karir

Salah satu masalah yang tidak pernah tuntas didiskusikan adalah wanita, ia menjadi isu sosial yang menarik sejak zaman dahulu, sekarang dan masa yang akan datang. Masalah itu tetap tidak akan tuntas, karena wanita telah diperlakukan dan memperlakukan dirinya tidak sesuai dengan fitrah mereka, wanita dihinakan, dipuja dan tuntutan kesetaraan di segala bidang yang sering dikenal dengan istilah emansipasi dan karirisasi tidak pernah menemukan titik temu dengan hukum Allah.

Read the rest of this entry »

Comments (6)

Meneladani Muhammad Sang Reformis Sejati

”SHALAWAT serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.” Kalimat ini layaknya pepatah yang terkesan sudah menjadi lagu wajib bagi para dai manakala mengawali ceramahnya. Hal itu ternyata bukanlah sebuah omong kosong yang tidak mempunyai dasar. Karena berdasarkan catatan sejarah versi manapun mengakui kelahiran (Nabi) Muhammad-lah yang membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia ini.

Sebagaimana Raymond Lerouge dalam Lavie De Mohomed, mengakui Muhammad adalah promotor revolusi sosial dan revolusi internasional yang membawa nilai-nilai keadilan dan nilai-nilai persaudaraan. Thomas Carlyle dalam On Heroes, Hero, Worship and the Heros in History, Muhammad diakui sebagai pahlawan sejarah nilai-nilai kemanusiaan (humanis). Bahkan Annie Besant dalam The Life and Teachings of Muhammad, meyakini Muhammad seorang nabi terbesar dari sang Pencipta.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Mengejar Janji Politik Sang Bupati (Catatan Kecil Pasca Pilkada HSS)

Pernah dimuat pada harian Mata Banua/ Senin, 12 Mei 2008

Semasa kampanye, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif, seorang kontestan pemilu diperkenankan untuk menyampaikan janji-janji kepada para pendukungnya. Untuk sementara ini, banyak dari masyarakat kita yang beranggapan jika janji politik tersebut hanyalah ‘pemanis’ untuk memikat daya tarik kontestan.

Tanpa kita sadari, janji politik sebenarnya adalah bagian dari proses pendewasaan dalam berdemokrasi. Janji politik tidak semata mencerminkan kepribadian atau hanya sebagai atribut para kontestan. Lebih dari itu, janji politik mencerminkan pula tangungjawab moral seluruh komponen masyarakat di banua ini. Melewatkan begitu saja, akan semakin sulit demokrasi menjadi alat untuk menjadikan negeri ini lebih baik.

Penulisan artikel ini dimaksudkan untuk menyikapi dan sekaligus menindaklanjuti hasil pemilihan kepada daerah (pilkada) di Hulu Sungai Selatan (HSS) beberapa waktu lalu. Sesudahnya, setelah diketahui hasil pilkada dan selanjutnya dilakukan pelantikan, apakah pesta demokrasi di Kandangan sudah berakhir begitu saja? Jika saja ini adalah pesta pernikahan, mungkin kita bisa pulang dan mengerjakan urusan kita sendiri. Namun, bukanlah begini semestinya sikap bangsa yang arif dalam menyikapi upaya untuk menjadikan bumi Antaluddin lebih baik.
Read the rest of this entry »

Comments (2)

Ini “Republik Selebritis”, Bung!

Embrio “Indonesia baru” pasca tumbangnya orde baru tumbuh demikian pesat dan cepatnya, kalau tidak bisa disebut terlahir secara prematur. Embrio ini lahir bukan karena kedewasaan dan kematangan berpikir rakyat banyak, melainkan karena kekecewaan pada rezim terdahulu yang terkesan menghasilkan dua corak kaum pada waktu yang bersamaan: otoriter, superpower dan eksklusif disatu pihak,(di)lumpuh(kan), (di)pecundang(i), dan inklusif yang termarjinalkan di pihak lain yang ternyata mayoritas audiens negeri ini.

Kalau pun ingin disebut bahwa aksi tumbangnya orde baru sebagai manifestasi kedewasaan dan kematangan berpikir rakyat, fakta di lapangan menunjukkan bahwa motor perubahan masih dari kampus, yang notabene minoritas intelektual dari dua ratusan juta jiwa rakyat awam di negeri ini.

Sehingga, tidak mengherankan jika reformasi hanya jadi “momennya para elit untuk berpesta”. Rakyat hanya diposisikan sebagai “pemberi legitimasi” kepada mereka, sebagaimana amanat demokrasi. Dengan kata lain, rakyat hanya “dibutuhkan” untuk hadir di Tempat Pemungutan Suara (TPS) guna mencoblos si A dan atau partai B di setiap Pemilu dan Pilkada. Kebodohan rakyat “sangat diperlukan” oleh para elit politik untuk menunjang eksistensi mereka.

Read the rest of this entry »

Comments (10)

Menuju “Titik Balik” Kebangkitan Pendidikan Bangsa

Menurut Human Development Reports , HDR 2002 (Laporan Pembangunan Manusia 2002) yang dikeluarkan oleh Program Pembangunan PBB ( United Nations Development Programme, UNDP) tentang Human Development Indicators 2002, Indonesia menempati peringkat 110 dari 173 negara yang diteliti dengan Human Development Index (HDI) 0.684. Posisi Indonesia itu jauh di bawah negara anggota ASEAN, misalnya Singapura (25), Brunei Darussalam (32), Malaysia (59), Thailand (70), Vietnam (109).

Kemudian pada HDR 2003, indeks tersebut merosot menjadi 0,682. Penurunan indeks yang mencerminkan memburuknya kualitas manusia Indonesia ini juga terlihat dari menurunnya peringkat HDI, dari urutan 110 ke 112, sementara Malaysia naik ke peringkat 58 dan Vietnam masih di urutan ke 109. ( Kliping Suara Pembaharuan, 2003)

Ironis memang. Dua puluh tahun yang lalu, Malaysia masih belajar banyak dalam bidang pendidikan kepada Indonesia. Kini kualitas pendidikan negerinya Siti Nurhaliza itu jauh di atas ‘mantan guru’-nya. Ketika negara tetangga giat menggenjot prestasi intelektual kaum terpelajarnya, negerinya Samson Betawi ini malah disibukkan dengan audisi AFI, Indonesian Idol, KDI atau Pentas Idola Cilik.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Merekat (Kembali) Cermin Retak Pendidikan Kita

Menjelang peringatan hari Pendidikan Nasional 2 Mei adalah waktu yang tepat untuk mulai merekat (ulang) kembali cermin retak pendidikan kita. Betapa persoalan pendidikan Indonesia adalah masalah krusial yang harus segera dibenahi. Betapa tidak, menurut laporan tahunan Human Development Index UNDP, kualitas Indonesia berada di posisi sangat memprihatinkan, yakni 111 dari 175 negara.

Tragisnya, angka ini kalah jauh dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia yang berada di urutan 58, Thailand 76 dan Filipina 83. Adapun hasil survei tentang kualitas pendidikan di Asia yang dilakukan oleh PERC (The Political and Economic Risk Country) yang berbasis di Hong Kong, Indonesia menempati urutan ke-12 atau yang terburuk.

Read the rest of this entry »

Comments (2)

Dewi Persik, Apa yang Engkau Cari?

(Antara Cinta dan Nelangsa, Inilah Secercah Goresan Jiwa)

Mbak Dewi, bagaimana kabarnya Mbak? Ini surat saya yang pertama untuk Mbak. Saya tahu Mbak justru semakin sibuk manggung setelah kontroversi pencekalan Mbak di mana-mana. Wah, sampai tiap hari saya melihat wajah Mbak di televisi!

Saya terharu dengan kisah hidup dan rumah tangga Mbak yang mengalami perceraian dengan penyanyi Saiful Jamil. Tapi, saya juga kasihan dengan seorang bocah di Jawa Timur. Itu lho, yang diperkosa kakek-kakek. Yang tragis, katanya, si kakek memperkosa karena terangsang setelah menonton VCD Mbak Dewi… Bagaimana Mbak tanggapannya?
Read the rest of this entry »

Comments (5)