Archive for April, 2010

Memoar Kebanggaan Urang Banjar

Children should be encouraged to take pride in their ethnic heritage, thereby boosting self-esteem.” (DeHart, Sroufe, & Cooper, Child development: Its nature and course. Boston: McGraw Hill, 2000).

Kita boleh saja mengikuti arus pemikiran global yang paling canggih. Kita harus kompetitif dan memainkan peran penting di tingkat lokal atau nasional. Tapi… kita tidak boleh tercabut dari akar. Kita harus bangga menjadi orang Banjar!”

Tulisan ini bukan bermaksud untuk bernarsis-narsis ria sebagaimana gelora paham Post-Modernisme yang mempengaruhi dunia dewasa ini. Bukan pula hendak menunjukkan kebanggaan terhadap suatu etnis dan menepuk dada bahwa inilah ras unggul yang tak tertandingi dalam sejarah Indonesia.

Sebagai suku bangsa yang memiliki bahasa, wilayah, rakyat, dan memiliki budaya, patutlah saya bangga dilahirkan sebagai orang Banjar. Adat budaya yang ditanamkan sejak saya kecil, membuat saya mengerti akan artinya sebuah kebanggaan.

Kebanggaan saya sebagai orang Banjar tidak hanya cukup sampai disitu. Beberapa karakteristik orang Banjar yang patut dibanggakan, antara lain :

a. Keberagamaan

Manusia Banjar adalah manusia yang religius dan fanatik. Bisa dikatakan, orang Banjar yang sejati pasti taat menjalankan ajaran agamanya. Orang Banjar juga sangat inklusif terhadap perbedaan, baik interen beragama maupun antar umat beragama.

Berbagai macam pemahaman bisa hidup berdampingan tanpa harus saling memusuhi. Mereka bisa mempunyai satu mesjid yang melakukan tarawih dengan dua macam jumlah rakaat dan mereka tetap menghargai satu sama lain. Tokoh agama dari kalangan NU, Muhammadiyyah maupun Persis bisa berjuang bersama-sama dengan tidak mempermasalahkan background pemahamn fiqh mereka yang berbeda.

Kalaupun ada konflik, itu hanya kecil-kecilan dan lebih merupakan konflik wacana yang bisa diselesaikan dengan musyawarah dan dewasa. Kepada masyarakat pendatang yang berbeda agama pun, masyarakat Banjar sangat menghormati. Pendatang dari Timur yang beragama Nasrani, pendatang dari Bali yang beragama Hindu, maupun etnis China dan Tionghoa bisa bebas menjalankan ajaran agamanya di sini.

Kefanatikan orang Banjar bukanlah kefanatikan yang membabi buta; adalah benar jika mereka sangat anti terhadap program-program yang berbau kristenisasi, mereka rela lapar dan tidak gampang menggadaikan ke’miskin’annya terhadap program berkedok bantuan. Tapi mereka juga sangat open untuk diajak berdiskusi secara persuasif. Mereka punya kecerdasan emosional yang tinggi yang mampu menerapkan lakum dinukum waliya din.

Read the rest of this entry »

Comments (8)