Archive for June, 2008

Ulama Makin Langka, Umat Islam Nelangsa

(Refleksi Jelang Haul Ke-3 Guru Sekumpul)

Pernah dimuat pada harian Radar Banjarmasin dan Barito Post/ Kamis, 3 Juli 2008, harian Mata Banua/ Jum’at, 4 Juli 2008 dan Kalimantan Post/ Selasa, 8 Juli 2008

Dan sesunggunya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebagian keluarga Ya’qub dan jadikanlah ia, ya Tuhan… hamba yang Engkau ridhai..( Q.S.16. Maryam : 4-5)

Setiap kali terdengar berita tentang wafatnya seorang ulama, betapa setiap dada mukmin pasti bergetar, khawatir kalau-kalau yang patah takkan tumbuh dan yang hilang takkan terganti. Dalam suasana berkabung seperti itu biasanya doa senada Nabi Zakaria di atas rasanya relevan dan seharusnya terdengar lebih nyaring.

Demikian kira-kira gambaran situasi keresahan umat Islam di Kalsel khususnya di Martapura sekarang ini, dilihat dari kacamata keprihatinan akan semakin langkanya ulama.

Kelangkaan ulama selalu diperbincangkan masyarakat banua Banjar, semenjak ulama-ulama di daerah ini satu persatu dipanggil Allah SWT dan yang serasa baru saja dipanggil adalah Al-Mukarram KH.Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang akrab kita panggil Guru Sekumpul, pada hari Rabu 5 Rajab 1424 Hijriyah atau 10 Agustus 2005, tiga tahun lalu. Martapura berduka pada saat itu, betapa tidak seorang putra terbaiknya yang selama ini menjadi panutan, rujukan bahkan “idola” umat telah berpulang ke rahmatullah, menghadap Ilahi Rabbi. Di tengah kelangkaan dan tanda tanya siapa gerangan “pewaris” Sekumpul, hati yang pilu penuh duka cita tak dapat disembunyikan, bahkan hingga kini.

Read the rest of this entry »

Comments (33)

Andaikan Saya Jadi Presiden RI 2009

Saya hanya berandai-andai, bukan sungguh-sungguh ingin menjadi Calon Presiden apalagi menjadi Presiden terpilih di tahun 2009 nanti. Saya tak punya nyali, tak ingin bermimpi apalagi mempersiapkan diri, karena saat ini jangan harap anda akan jadi “kepala negara” kecuali anda punya percaya diri yang tinggi, tampil dengan gagah berani, punya duit bergoni-goni, punya stamina yang tak pernah mati, sibuk beranjang sana anjang sini, dan tebar pesona ke sana ke mari.

Saya juga tak mau jadi Presiden karena saya tidak sampai hati kalau kampanye harus berani tebar janji yang tak perlu ditepati, rajin memberi agar rakyat terbuai dalam mimpi, tampilkan diri seolah orang yang tulus dan baik hati, dengan harapan rakyat akan memilihnya saat Pilpres nanti.

Saya tidak pandai berbuat untuk meyakinkan diri, agar dipilih nanti, melakukan cara dengan memunculkan image diri seolah sangat islami, bisa menunjukkan kesan seolah keluarga yang harmoni, dan menghiasi media massa dengan aktivitas dan foto diri. Saya hanya bisa berandai-andai karena saya tak punya nyali untuk mencalonkan diri, karena saya merasa tidak sanggup melakukan cara-cara tidak etis dan cara tak terpuji, apalagi sampai berdusta dan mengelabui.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Waspada Narkotika di Sekolah

DALAM beberapa tahun belakangan ini, berita tentang narkotika tidak pernah ada habisnya. Penggerebekan, penangkapan, mereka yang harus mendekam di balik jeruji besi akibat penyalahgunaan narkotika dan seterusnya. Peredarannya semakin marak dan meluas dari kota besar ke daerah sekitarnya, dari kalangan menengah ke kelompok paling bawah, dan dari kelompok remaja ke anak-anak.

Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya itu tentu membawa dampak yang luas dan kompleks. Dari sekian banyak permasalahan yang ditimbulkan sebagai dampak penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif antara lain adalah perubahan perilaku menjadi perilaku antisosial, gangguan kesehatan, menurunkan produktivitas kerja secara drastis, mempertinggi jumlah kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya.

Hal ini lebih diperburuk lagi dengan mudahnya terjadi komplikasi medik berupa kelainan paru, gangguan fungsi liver, hepatetis, dan penularan HIV/AIDS karena pemakaian jarum suntik secara bergantian (Dadang Hawari; 2002).

Jumlah korban yang tewas setiap harinya akibat mengonsumsi narkoba mencapai 41 orang atau setahun sekitar 15.000 orang (mayoritas remaja) Indonesia tewas karena penyalahgunaan narkotika Dalam kata lain, penyalahgunaan narkotika membawa pada kematian yang mengenaskan dan sia-sia.

Read the rest of this entry »

Comments (7)

Membangun Daya Kritis Warga Banua

Secara teoritis, sistem nilai dan budaya masyarakat akan ikut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku politik yang ditampilkan masyarakat itu sendiri. Dari hal seperti inilah kemudian dikenal istilah budaya politik (politic culture) yang dianut oleh suatu bangsa dan komunitas masyarakat tertentu. Budaya politik inilah yang membentuk sikap dan perilaku politik masyarakat, baik dalam menentukan pilihan maupun mengambil keputusan. Cita-cita, harapan, dan keinginan dalam percaturan politik di negeri ini mencerminkan hal tersebut.

Perilaku politik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat kita hari ini tidak terlepas dari peran partai politik yang ada dan juga para politisi kita yang merupakan tokoh yang menjadi contoh bagi masyarakat. Peran partai politik yang berlangsung saat ini memang dirasakan kurang berjalan secara maksimal. Partai politik tidak mampu melakukan transformasi nilai-nilai pendidikan politik bagi masyarakat. Masyarakat hanya dijadikan objek kepentingan yang ada di dalam partai politik tersebut. Tidak beda halnya dengan tokoh-tokoh politisi yang ada.

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bupati dan Wakil Bupati di beberapa kabupaten di Kalsel diharapkan mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik bagi masyarakat banua. Bukan hanya perubahan pada fisik daerah saja akan tetapi mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik akan pola tingkah laku masyarakat dalam menentukan pilihannya.

Read the rest of this entry »

Comments (4)

Upaya Meningkatkan Sektor Pariwisata Kalsel

Catatan dari Festival Budaya Pasar Terapung 2008 [21-22 Juni 2008]

Industri pariwisata merupakan sektor yang memberi harapan besar bagi pengembangan ekonomi di banyak negara sehingga sektor pariwisata memegang peranan penting dalam produk domestic bruto (PDB). Selain itu, sektor pariwisata juga dianggap memiliki efek ganda dan dapat menggerakan ekonomi di seluruh lapisan masyarakat. Namun demikian, negara kita termasuk Kalimantan Selatan tidak mampu menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan yang dominan, padahal potensi kita sangat besar.

Pariwisata kita sangat jauh tertinggal dengan negara tetangga, peningkatan kunjungan wisata pada beberapa negara tetangga jauh lebih tinggi dari pada apa yang kita peroleh. Pada tahun 1991, jumlah wisatawan yang mengunjungi Malaysia, Singapura, dan Thailand adalah sekitar 5 sampai 5,5 juta pengunjung, dua kali lebih besar dari pada Indonesia. Sementara pada tahun 2005, Malaysia mendatangkan 15 juta wisatawan, sedangkan Indonesia hanya bisa mendatangkan 5 juta wisatawan.

Mengingat potensi sektor pariwisata yang begitu besar terhadap perekonomian, mestinya pariwisata dijadikan sebagai salah satu prioritas untuk dikembangkan di Kalimantan Selatan, apalagi potensi pariwisata Kalsel tidak kalah, khususnya jika dibandingkan dengan daerah lain. Kalsel memiliki beragam potensi wisata, mulai dari pantai, hutan, pegunungan, sampai wisata religi dengan situs-situs sejarah yang bisa dimanfaatkan sebagai tempat tujuan wisata yang menarik. Di samping itu, dengan beragam budaya daerah, Kalsel juga sangat potensial dikembangkan sebagai tujuan wisata budaya, wisata religius, maupun wisata kuliner.
Read the rest of this entry »

Comments (8)

Urang Banjar dan Tirani “Kebebasan”

Pernah dimuat pada harian Radar Banjarmasin/ Sabtu, 21 Juni 2008

Seorang kawan pernah bercerita tentang seorang kenalannya yang berkewarganegaraan asing. Kabarnya ia lebih senangnya memilih tinggal di Banjarmasin ketimbang di negaranya. Apa pasal? Bukankah di negara asalnya segala sesuatu serba tersedia. Masyarakatnya jauh lebih terpelajar dan modern. Kemudahan hidup dengan berbagai penunjang teknologi tingkat tinggi bisa ditemui di mana-mana. Pelayanan terhadap masyarakat pun jauh lebih berkualitas.

Sang bule hanya menjawab, karena di Banjarmasin dia bisa bebas “melakukan apa saja”. Tanpa adanya berbagai macam larangan yang berkaitan dengan disiplin hidup, dan tentunya tanpa semua denda berlipat yang mengikutinya.

Mendengar cerita ini muncul sebuah kegelian sekaligus keprihatinan. Bagaimanapun juga menjadi sebuah hal yang ironis, ada seseorang yang lebih “cinta” banua kita dengan alasan yang justru membuat daerah kita memiliki kelebihan dibanding negaranya sendiri. Berbeda dengan alasan pemungutan pajak yang lebih rendah misalnya, yang mungkin relatif bisa diterima.

Keprihatinan yang muncul tentunya apabila kita mencoba merefleksikan alasan “kebebasan hidup” yang ia kemukakan dengan kondisi faktual di banua kita. Tanpa berusaha mengaitkannya dengan era reformasi, memang harus kita akui di daerah ini kita benar-benar bisa hidup dengan “bebas” dalam arti yang sebebas-bebasnya.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

MTQ, Upaya Membumikan Al-Qur’an

Al-Qur’an dipahami secara umum sebagai verbum dei (kalam Allah) merupakan petunjuk yang harus diterjemahkan dalam kehidupan manusia. Jaminan keselamatan dan kebahagian adalah garansi mutlak bagi siapa pun yang mengikuti dan mengamalkannya. Tentu doktrin ini akan selalu dilestarikan oleh umat Islam dengan berbagai cara yang tujuannya untuk mengeksiskan al-Qur’an sepanjang zaman. Dari berbagai cara yang dilakukan setidaknya Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) baik mulai tingkat kecamatan sampai internasional adalah salah satu altenatif memasyarakatkan al-Qur’an.

Dalam kaitan ini, merupakan suatu kebanggaan bagi masyarakat Propinsi Banten yang menjadi tuan rumah MTQ Nasional ke-XXII yang dilaksanakan 17-24 Juni 2008. Acara MTQ tersebut diharapkan adalah untuk kembali “melangitkan” kesadaran “membumikan” al-Qur’an kepada seluruh lapisan masyarakat yang sudah banyak tidak perduli dengan pedoman hidupnya sendiri.

Bahkan, di era modern dewasa ini terjadi pergeseran nilai-nilai yang dianut umat Islam. Semangat untuk menjadikan al-Qur’an acuan hidupnya mulai redup untuk tidak mengatakan hilang dengan hantaman peradaban global yang menyeret umat Islam hampir pada seluruh lapisan tidak simpati terhadap al-Qur’an. Hal ini diindikasikan dengan banyaknya umat islam tidak pandai membaca al-Qur’an padahal tempat untuk belajar atau media dan fasilitas serba lengkap untuk bisa mengetahui al-Qur’an.

Read the rest of this entry »

Comments (4)

Melirik Serambi Mekkah Penuh Berkah

(Catatan Ringan Untuk Kota Martapura)

Pernah dimuat pada harian Radar Banjarmasin/ Rabu, 18 Juni 2008 dan harian Mata Banua/ Jum’at, 20 Juni 2008

Hampir semua daerah di Indonesia memiliki ciri khas dan karakteristik masing-masing. Demikian pula halnya dengan Kota Martapura, ibu kota kabupaten Banjar. Salah satu identitasnya adalah kentalnya nuansa keagamaan dan maraknya syiar dakwah keislaman yang ditunjukkan dengan kehadiran para alim ulama dan aulia.

Kota ini menjadi ikon pusat pendidikan Islam di wilayah Kalimantan. Murid-murid lembaga pendidikan di kota ini, menyebar ke berbagai kawasan di Kalimantan Selatan, Tengah dan Timur, bahkan di pulau Jawa. Mereka inilah yang melaksanakan dakwah dan pembinaan umat. Pusat pendidikan yang amat dikenal dari sisi pendidikan Islam ini adalah Pondok Pesantren Darussalam. Lembaga inilah yang telah mematok pancang dan berkiprah dalam sejarahnya, hingga sebutan Serambi Mekah untuk kota ini jadi pantas dilekatkan. Kalau tidaklah karena itu, mungkin akan panjang perdebatan yang dapat dilakukan menyangkut sebutan yang demikian indah.

Sebagai kota berjuluk Serambi Mekkah, peran ulama sangat menentukan dalam sendi-sendi kehidupan sosial kemasyarakatan. Ia merupakan sosok pembimbing dan pencerah bagi umatnya. Saat ini terdapat tiga peraturan daerah yang menggambarkan hubungan baik antara pemerintah dan ulama dalam mewujudkan masyarakat yang agamis, yaitu Perda Ramadhan, Perda Jum’at Khusyuk dan Perda Khatam Al-Qur’an.

Read the rest of this entry »

Comments (8)

Antara FPI, Gus Dur Vs Media

Saling “mengkafirkan” dan saling menghalalkan darah, itulah akibat kalau kita beragama dengan nafsu, bukan dengan ilmu dan akal. Pemandangan seperti inilah yang selama ini telah mengharu-biru wajah umat Islam, terutama di negeri kita.

Ada Front Pembela Islam (FPI) yang diberitakan dan diisukan berisi orang-orang yang kasar dan anarkis. Tentu teman-teman di FPI tidak bisa terima kalau dibilang kasar dan anarkis. Namun setidaknya, tuduhan itulah yang kerap mereka terima. Ada juga model Gusdur yang punya pandangan selalu menyalahi mainstream umat Islam. Sehingga seringkali terdengar celetukan dan lontaran yang kadang nyeleneh dan membuat panas telinga lawan politiknya, terutama mayoritas umat Islam.

Padahal kedua belah pihak sama-sama mengaku muslim, sama-sama shalat lima waktu sehari semalam, dan sama-sama berjuang demi tegaknya agama Islam.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

Menuju Keluarga Sakinah, Bismillah!

Harta yang paling berharga adalah keluarga, mutiara yang paling indah adalah keluarga

Penggalan syair di atas saya kutip dari theme song “Keluarga Cemara”. Serial sinetron keluarga yang ditayangkan RCTI beberapa tahun silam. Buat saya dan juga mungkin Anda, syair lagu itu terasa menyejukkan hati. Betapa tidak, syair itu menyeruak di tengah pengapnya atmosfer kehidupan kita oleh serbuan lagu-lagu yang melulu menjajakan syahwat. Terus terang, saya menilai lagu itu sarat dengan pesan moral. Plus tentunya, serial sinetron Keluarga Cemara memang menjadi konsumsi tontonan yang relatif aman dan insya Allah ada manfaatnya bagi anak-anak kita.

Saya tidak ingin menyoroti lebih jauh substansi cerita dan siapa tokoh di balik sinetron Keluarga Cemara. Hanya saja ketika menyimak alunan syair “harta yang paling berharga adalah keluarga”, saya jadi bertanya-tanya dalam hati: Masih adakah masyarakat di zaman kiwari -di tengah gonjang-ganjing perlombaan manusia memburu materi– peduli dengan ‘harta yang paling berharga’ itu? Masih adakah masyarakat kiwari yang mau mengapresiasi ‘mutiara yang paling indah itu’? Mereka betul-betul menekuni dan berjuang keras membangun keluarga sakinah? Keluarga bahagia?

Entah kita juga kian sangsi akan kepahaman masyarakat kita, tentang makna keluarga sakinah. Keluarga di mana seluruh anggotanya memiliki visi dan cita-cita yang sama tentang makna hidup. Keluarga yang berwawasan ketuhanan. Keluarga yang berwawasan etika dan moral tauhid. Yang sama-sama memahami bahwa keluarga adalah sebuah perjalanan panjang merekayasa peradaban masa depan (future engineering).

Read the rest of this entry »

Comments (7)

Ketika Ibnul Qayyim Bicara Tentang Cinta

Ada sebuah fenomena yang terus menggelitik benak saya. Betapa produktifnya para penyanyi menciptakan syair-syair lagu cinta. Dari yang lembut seperti gayanya Ebiet G.Ade atau Katon Bagaskara, hingga yang kocak dan kadang kelewatan seperti Iwan Fals dan Doel Sumbang. Kalau mendengar lirik-lirik lagu dangdut, bukan main, benar-benar diaduk-aduk emosi cinta itu sedemikian rupa. Dan, sungguh, banyak orang menjadi penggemar dan hanyut dalam lirik-lirik lagu itu.

Saya juga melihat fenomena larisnya film-film tema cinta remaja. Zaman saya remaja, dunia layar lebar dihiasi Gita Cinta dari SMA, Kabut Sutra Ungu, dan judul-judul lain yang saya sudah lupa. Beberapa diantara film itu diangkat dari cerbung-cerbung Eddy D. Iskandar dan di-sound track-i lagu-lagu Chrisye. Beberapa tahun lalu diantara film yang dianggap menjadi momentum kebangkitan kembali perfilman nasional adalah “Ada Apa dengan Cinta” dan dilanjutkan film lain seperti Eiffel, I’m in Love. Di tambah film yang ngetop saat ini, “Ayat-ayat Cinta”. Televisi pun kebanjiran sinetron-sinetron bertema cinta yang menyibak suasana kejiwaan orang yang kasmaran plus intrik perebetun harta, tahta dan wanita.

Ya, saya bertanya-tanya kenapa tema cinta tak pernah ada habis- habisnya ditulis, disusun liriknya dan kemudian dinyanyikan atau difilemkan. Sampai kemudian saya menemukan tulisan-tulisan Anis Matta dalam Thumuhat (Gelora) Cinta pada majalah Tarbawi. Dia cukup sering mengangkat kisah dari tulisan Ibnul Qayyim. Sampai kemudian seorang sahabat saya memperlihatkan “Taman Orang-orang yang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu” yang ditulis Ibnul Qayyim.
Read the rest of this entry »

Comments (7)

Euro 2008, Agama, dan Kita

Sepak bola telah menjadi “agama” baru. Tak hanya di Eropa dan Amerika Latin sepakbola dipuja dan menjadi bagian dari lifestyle, tapi juga di kawasan Timur Tengah dan semenanjung Korea serta Cina. Ketika tim Arab Saudi dibantai tanpa ampun oleh Jerman 0-8 di Grup E Piala Dunia tahun 2002 lalu, sontak para sheikh kebakaran jenggot. “Kekalahan itu sebuah Skandal”, tulis koran Asharqul Awsath. “Arab Saudi bermain tanpa penyerang, tanpa gelandang, tanpa pertahanan, bahkan tanpa penjaga gawang”, demikian koran-koran di negara petrodolar sehari pasca-“tragedi nasional” itu.

Mungkinkah sepak bola menjadi agama? Bila memakai perspektif Robert N. Bellah tentang civil religion, maka sepak bola juga sebuah “agama”. Civil religion, menurut Bellah, tidak dalam arti agama konvensional. Tapi suatu bentuk kepercayaan dan gugusan nilai dan praktik yang memiliki semacam “teologi” dan ritual tertentu yang di dalam realisasinya menunjukkan kemiripan dengan agama. Boleh jadi ia adalah sebuah sistem atau praktik-praktik yang tidak ada hubungannya dengan agama. “Ritualisasi” Pancasila pada masa Orba, misalnya, yang diikuti dengan keharusan melakukan upacara bendera setiap hari Senin atau tanggal 17 Agustus, penataran P4 bagi siswa SLTP, SMU, mahasiswa dan pegawai negeri bisa disebut civil religion.

Read the rest of this entry »

Comments (2)

Antara Roma dan Paris, Di Mana HSS?

Pernah dimuat pada harian Radar Banjarmasin/ Selasa, 10 Juni 2008 dan harian Barito Post/ Rabu, 18 Juni 2008

Alangkah beruntung sebuah kota yang disebut dalam sebuah puisi. Kota itu menjadi dikenal, bahkan terkenal, selain selalu dikenang oleh orang yang menyenangi puisi itu. Ingat larik ’’Tanjung Perak tepi laut,’’ syair ’’Selamat tinggal Teluk Bayur permai,’’ atau lagu “Kotabaru gunungnya bamega”, yang membuat ketiga tempat itu bukan hanya berada di ujung lidah, tetapi juga berada pada salah satu sudut jantung.

Sebuah kota atau tempat yang disebut dalam bait lagu atau puisi seperti menjadi sangat layak untuk dikunjungi, bahkan mengundang keinginan untuk datang ke sana.

Roma atau Paris. Indah Kandangan Kotaku Manis”. Demikian sebagian dari bait syair tokoh sastra Kandangan di era tahun 1960-an, almarhum Darmansyah Zauhidi. Jika saja tidak berlebihan, berani saya katakan, untuk lingkup Kalsel siapakah yang tidak mengenal Kandangan. Sebuah kota yang usianya mungkin tertua di wilayah hulu sungai.

Selain itu, Kandangan dikenal sebagai ibu dari cikal bakal berdirinya kabupaten di kawasan banua enam, sampai ada istilah Kandangan “Boston”nya Kalsel. Karena itu gerakannya tidak segesit zaman perjuangan. Sehingga terkesan kalah gesit dengan adik-adiknya seperti kota Tanjung, Barabai, Amuntai, Balangan atau Tanah Bumbu (maaf bukan membanding-bandingkan).

Read the rest of this entry »

Comments (10)

Perlu Perjuangan Radikal Tapi Damai

Kasus “penyerangan” sejumlah massa Front Pembela Islam (FPI) terhadap Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) di Silang Monas, Jakarta, beberapa waktu lalu mengindikasikan bahwa gerakan “radikalisme” menjadi sebuah kekuatan yang laten, muncul tiba-tiba.

Kekerasan atas nama agama menyeret pada situasi di mana agama kini sedang mengalami pengujian sejarah secara kritis. Bandul pendulum agama tergantung pada persepsi dan perilaku penganutnya yang akan mengarahkan pada dua sisi, yaitu “humanisasi” atau justru malah sebaliknya, “dehumanisasi”.

Fenomena kekerasan sudah sangat lama terjadi. Kekerasan sering dijadikan alat ampuh untuk memenuhi keinginan beberapa individu atau kelompok terhadap masalah yang begitu kompleks. Dan ternyata kekerasan juga menghinggapi pada agama-agama.

Penyandingan agama dengan radikalisme disebabkan karena gejala dalam realitas sosial yang sering nampak. Kelompok radikal sering menggunakan cara-cara kekerasan dalam memenuhi keinginan atau kepentingan mereka. Tapi, kelompok radikal tidak identik dengan kekerasan.

Ya, kata radikal, sebagaimana juga kata fundamentalis dan ekstrimis, sering dipakai oleh pihak Barat dan antek-anteknya untuk memojokkan setiap kelompok Islam yang tidak mereka sukai. Bahkan, kini ditambah dengan kosa kata baru, khususnya sejak “tragedi 911”: terorisme! Saking hebatnya propaganda Barat, kata radikal yang sebenarnya bersifat netral itu (berasal dari kata radict yang artinya akar) menjadi sangat buruk, sehingga orang takut melakukan sesuatu yang bersifat radikal!

Read the rest of this entry »

Comments (10)

Syekh Arsyad, Maafkan Saya dan Kami Semua

Pernah dimuat pada harian Mata Banua/ Selasa, 10 Juni 2008

Memandang ke arah depan, saya tiba-tiba terdiam. Di hadapan saya kini terbentang makam kuno yang kemasyhurannya selalu terngiang-ngiang di telinga hati saya. Di balik makam itu dikuburkan seorang ulama besar Kalimantan, Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Inilah Kelampaian. Terletak sekitar 10 km dari kota Martapura, Kalimantan Selatan. Kelampaian menyeret saya ke masa silam yang jauh.

Tetapi, saya terdiam bukan karena di hadapan saya terbentang kuburan zurriyat Rasulullah SAW. Toh saya sudah ziarah ke kuburan Syekh Muhammad Zaini Ghani atau Guru Sekumpul di Martapura. Sudah pula ziarah ke makam Datu-datu terkenal di wilayah Tatakan, Rantau. Shalawat, doa, dan airmata sudah saya panjatkan ke tangga-tangga langit yang sunyi. Maka memandang Kelampaian, yang terlihat jelas kini, saya “hanya” merasa bertemu kembali dengan keluarga dan zurriyat Rasulullah yang belum lama saya kunjungi.

Saya terdiam. Saya terhentak. Lebih dari sekadar menyeret saya ke masa silam yang jauh, Kelampaian telah mengingatkan saya pada seorang mahaguru yang nyaris terhapus dari ingatan anak cucu kita. Kelampaian telah mencubit batin saya sambil berkata, “Disaksikan keluarga Rasulullah, kini aku memanggil-Mu sebab Syekh Arsyad Al-Banjari berhak mendapatkan penghormatan-Mu.” Saya baca shalawat dan al-Fatihah untuk Syekh yang berbahagia itu. Berulang-ulang.

Saya merasa bersalah pada diri sendiri: bagaimana bisa saya melupakan Datuk Kelampaian, seorang putera terbaik Banjar yang pernah dilahirkan. Seorang ulama yang kebesaran, keilmuan, ketokohan, jasa dan perjuangan beliau mendakwahkan Islam di Bumi Kalimantan tidak diragukan lagi. Jejak emas dan khazanah pemikiran keagamaan dan kemasyarakatan yang beliau wariskan hingga sekarang menjadi teladan dan inspirasi untuk membangun banua. Popularitas Sang Datuk tidak hanya di Tanah Borneo ataupun tanah Melayu, akan tetapi juga di seantero Asia Tenggara.

Read the rest of this entry »

Comments (10)

Heroisme Sampah (Quo Vadis Gerakan Moral Mahasiswa)

Belakangan demonstrasi dan aksi unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa di sejumlah daerah di Indonesia kian tidak cerdas dan tidak bermutu. Mereka hanya menjadi pahlwan palsu, yang mengira bahwa dirinya sedang menjadi pembela rakyat.

Sejak dibentangkannya babak baru demokrasi, bukan cerita baru jika demonstrasi menjadi pemandangan jamak sehari-hari di negeri ini. Berbagai lapisan masyarakat mulai dari mahasiswa, buruh, petani, dan bahkan para guru kerap menjadikan aksi demonstrasi sebagai pilihan untuk menyuarakan aspirasi yang hendak disampaikan.

Terutama bagi kalangan mahasiswa, atau lebih tepatnya gerakan mahasiswa, demonstrasi layaknya menjadi agenda penting yang “wajib” dilakukan. Meskipun kadang tak jelas benar apa yang hendak disampaikan, atau masalah apa dan siapa yang harus didemonstrasi, terpenting bagi mereka adalah turun ke jalanan, berorasi, dan bertingkah bak “hero” bagi masyarakat yang tertindas, miskin dan termarjinalisasi.

Benarkah mereka menjadi pahlawan? Rasanya perlu ditimbang ulang. Sebab setiap kali demonstrasi digelar, naskah orasi dibacakan, spanduk dan poster dibentangkan, dan ban bekas dibakar, kesemuanya hanya menjadi aktivitas yang mengganggu kepentingan umum, meresahkan warga, dan bahkan menebar teror sebab masyrakat dibuat takut, jangan-jangan berakhir bentrokan atau kerusuhan.

Read the rest of this entry »

Comments (2)