“Demam” Raja Salman dan Urgensi Bahasa Arab (Ketika Indonesia #Mendadak Arab)

Selamat-Datang-Raja-Salman-640x419

Kedatangan Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz, disambut masyarakat Indonesia dengan penuh suka cita. Di awal kedatangan sang Raja yang membawa 1.500 anggota delegasi, tak kurang 10 menteri dan 25 pangeran, jalan-jalan di sepanjang Kota Bogor dipenuhi warga yang membawa bendera Merah Putih dan bendera Saudi.

Antusiasme masyarakat terlihat dari anak-anak sekolah hingga orang dewasa yang berdiri di pinggir jalan saat menyambut langsung Raja Salman, meski beberapa saat sebelum Sang Raja tiba, wilayah Bogor diguyur hujan deras.

Kedatangan Raja Salman ini memang menjadi momen bersejarah. Setelah 47 tahun, akhirnya raja dari Arab Saudi datang lagi ke Indonesia. Tidak heran kalau masyarakat menyambut pelayan dua kota suci Makkah dan Madinah ini. Aneka baliho dan spanduk bertulis selamat datang dengan bahasa Arab, bahasa resmi Saudi Arabia menjamur dan dipasang di tempat-tempat strategis.

Yang unik dan menggelitik adalah spanduk bertuliskan bahasa Arab yang dibentangkan ibu-ibu saat menyambut kedatangan Raja Salman yang berkunjung ke Istana Kepresidenan di Bogor. Spanduk itu bertuliskan: “Marhaban ya malika Salman. Akhbir ila ro’isinaa Jokowi an yahtamma bi umuri muslimin fi Indunisiya. Wa yakunu qo’iman bil adli wal amanah.” Apa artinya? Ternyata pesan khusus untuk Raja Salman.

Sementara di ruas Jalan Tol Jagorawi Cimanggis, Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad turut memasang baliho selamat datang berukuran sekitar 3×5 meter menyambut Raja Salman. Baliho terbentang dengan tulisan besar berbahasa Arab: “Hamdan lillah ‘alas salaamah ya malikal insaniyyah.”

Tak ketinggalan, di gedung anggota dewan juga tidak jauh beda, politisi dan parpol juga “demam” Raja Salman dengan memasang spanduk dengan tulisan bahasa Arab. Demikian pula media massa cetak dan elektronik meliput habis-habisan “kehebohan” kunjungan Raja bergelar Khadim al-Haramain Assyarifain.

Untuk menyambut kunjungan Raja Saudi, media massa nasional Koran Republika khusus tampil dengan edisi berbeda. Covernya berjudul “Ahlan wa sahlan” yang artinya “selamat datang” dengan konten berita berbahasa Arab di halaman depan. Sedang Harian Kompas edisi online berkicau di akun twitternya, juga dengan bahasa Arab menyambut Raja Salman.

Fenomena mendadak Bahasa Arab juga menjangkiti Ketua DPR RI Setya Novanto saat membawakan pidato sekitar 12 menit dalam acara penyambutan Raja al-Saud di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Novanto terlihat berusaha keras berbahasa Arab di samping sang Raja. Tak jarang, anggota Dewan tertawa melihat upaya Novanto yang masih nampak kaku.

“Sri Baginda penjaga dua kota suci, Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Khadim al-Haramain Assyarifain (penjaga dua kota suci). Al-Malik (Raja) Salman bin Abdulaziz al-Saud. Hafidzokum Allah Fi Hifzihi Ashhaba Fadilati wal Maarif (Semoga dalam lindungan Allah SWT),” tutur Novanto.

Bahasa Arab kembali diucapkannya saat menyapa semua anggota DPR RI. “Atas nama seluruh anggota DPR RI dan rakyat Indonesia, saya mengucapkan selamat datang di Indonesia, Ahlan wa sahlan wa marhaban fi Indonesia (Selamat datang di Indonesia),” tutur politisi Partai Golkar tersebut.

Tak hanya kalangan muslim, Romo Evensius Dewantoro Pr., seorang pastor Katolik, menyambut kedatangan Raja Salman di Bali dengan menggunakan bahasa Arab. “Saya salaman sambil mengatakan ‘ahlan wa sahlan ya malik‘. Kemudian Raja tersenyum tampak heran sambil memegang jubah saya,” ujar Romo seperti dilansir detik.com.

Semua fenomena di atas menunjukkan pelan-pelan Bahasa Arab yang dianggap cuma bahasa dalam tataran keagamaan, semakin menunjukkan eksistensi dan urgensinya di ranah politik, ekonomi, diplomatik dan ketatanegaraan, serta memikat hati sebagian besar masyarakat Indonesia yang bukan penutur asli bahasa Arab.

Urgensi Bahasa Arab

Secara politis, bahasa Arab kini sudah diakui sebagai bahasa internasional dan digunakan juga sebagai salah satu bahasa diplomasi resmi di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Beberapa negara non-Arab di dunia, seperti Malaysia, bahkan sudah mengakui bahasa Arab di negaranya dan memberikan apresiasi berupa adanya tulisan-tulisan berbahasa Arab di tempat-tempat umum.

Dalam hal perkembangan situasi ekonomi global, bahasa Arab mengambil tempat dan peran yang sangat penting. Itu ditunjukkan dengan semakin pentingnya kawasan Timur Tengah, yang notabene mayoritas masyarakatnya berbahasa Arab, sebagai pusat sumber daya energi dan mineral dunia.

Berbagai kalangan di dunia yang berkepentingan dan ingin membuka jalur komunikasi dengan negara-negara Timur Tengah harus berpikir dan mengambil sikap bahwa mereka sangat membutuhkan penguasaan bahasa Arab, sebagai pintu masuk komunikasi antar budaya yang kemudian membuka jalan bagi hubungan ekonomi, politik, dan sebagainya.

Sebagai kawasan bisnis baru yang sangat terbuka dan menjanjikan peluang serta prospek yang cerak. Timur Tengah adalah primadona baru yang sedang merebut perhatian banyak kalangan di dunia. Itu ditandai pula dengan semakin banyaknya lembaga dan perusahaan dari luar Arab yang berdatangan dan membuka kantor di negara-negara Timur Tengah.

Mereka yang berdatangan itu menyadari bahwa bahasa Arab, selain bahasa Inggris, adalah syarat utama komunikasi dan diplomasi sekaligus pendekatan dengan masyarakat dan negara-negara Timur Tengah. Tidak hanya proses masuknya investasi asing ke Timur Tengah yang memerlukan bahasa Arab.

Berbagai negara, dalam hal ini termasuk Indonesia, yang menyadari pentingnya kawasan Timur Tengah sebagai mitra, menyadari bahwa banyak pula harapan akan masuknya investasi negara-negara Arab ke Negara mereka. Di Indonesia bahkan sudah ada beberapa perwakilan perusahaan dan lembaga keuangan asing yang membuka kantor di Indonesia. Itu memang tak terlepas dari peran aktif dan keseriusan pemerintah RI untuk mengundang investor asal Timur Tengah datang ke Indonesia.

Dalam hal ini, proses komunikasi, diplomasi, dan negosiasi bilateral tentulah membutuhkan bahasa Arab sebagai medianya yang paling utama. Sayangnya, harus diakui bahwa tenaga-tenaga ahli yang menguasai bahasa Arab, seperti diplomat, ekonom, atau politisi, masih sedikit jumlahnya. Padahal kebutuhan akan hal itu kini begitu tinggi.

Hal itu sekaligus menjadi peluang dan tantangan bagi masyarakat Indonesia untuk melihat situasi yang sudah berubah, hubungan Indonesia dengan kawasan Timur Tengah yang semakin intensif dan semakin terbukanya peluang kerja dan berpikir ulang bahwa bahasa Arab kini bukan bahasa kelas tiga, tapi sudah menjadi bahasa yang penting dan mutlak perlu dipelajari.

Perubahan situasi tersebut jelas menguntungkan masyarakat dan bangsa Indonesia. Namun, keuntungan itu hanya akan dinikmati jika proses komunikasi antar budaya dan antar negara yang berlangsung dijembatani oleh pemahaman bahasa dan budaya yang baik.

Jika bangsa dan masyarakat Indonesia tidak memahami bahasa dan budaya Arab dengan baik, maka semua rencana besar menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, dan sebagainya antar negara akan sulit terwujud. Suatu hal yang patut menjadi keprihatinan nasional.

Jangan sampai Negara ini akan mengalami kerugian besar hanya karena tidak bisa berkomunikasi dan mendekati secara kultural orang-orang Arab yang sesungguhnya kini mulai tertarik dan bahkan berlomba untuk masuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Ahlan wa Sahlan Ya Malik Salman fi Indunisiya..!!

Leave a comment