Napak Tilas Kepahlawanan Hassan Basry di Era Reformasi

Pernah dimuat pada harian Barito Post/ Sabtu, 17 Mei 2008 dan harian Kalimantan Post/ Rabu, 21 Mei 2008

SETIAP generasi mempunyai pahlawan sendiri-sendiri. Tetapi bagaimana sosok pahlawan dalam pandangan satu generasi dengan generasi lain, atau bahkan orang per orang, belum tentu akan sama.

Sosok pahlawan tidak semata dilihat dari kandungan heroismenya. Ada nilai kesejarahan sesuai dengan dimensi waktu yang terjadi pada generasi bersangkutan. Maka di zaman Kerajaan Banjar ada Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayullah, tapi di masa revolusi ada Hasanuddin HM.

Tetapi tak sedikit pula sosok-sosok pahlawan yang tetap hidup dan memperoleh tempat dari generasi ke generasi, bahkan melewati batas waktu sekian abad. Sosok Gajah Mada, pemersatu Nusantara, adalah salah satunya.

Siapapun sosok pahlawan yang muncul di satu dan lain generasi, maka nilai yang terkandung dalam kepahlawan itu tetap sama. Lalu bagaimana dengan sosok-sosok pahlawan di era reformasi? Apakah mereka yang berjiwa reformis itu otomatis juga seorang herois? Siapakah sebenarnya yang disebut sebagai pahlawan?

Di era reformasi, masihkah para pahlawan memiliki tempat di hati pemuda? Sebuah pertanyaan yang barangkali aneh, namun mungkin juga satu ikhtiar untuk mengimbau makna ingatan, mencoba menangkal ancaman yang datang dari sebuah kekhilafan sejarah.

Adalah satu pengingkaran dan pengkhianatan sejarah, jika di era reformasi ini pengorbanan para pahlawan dikesampingkan. Sebaliknya, generasi yang hidup sekarang harus mewarisi semangat perjuangan tanpa pamrih.

Bagi masyarakat Kalimantan Selatan, peringatan hari Proklamasi 17 Mei 1949 Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan mempunyai nilai yang sangat penting untuk mencerahkan kembali rasa kebangsaan dan perjuangan para pendahulu bangsa. Apalagi, pada bulan yang sama secara kebangsaan juga diperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) yang jatuh pada tanggal 20 Mei.

Proklamasi Gubernur Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan pada 17 Mei 1949 di Desa Mandapai, Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kalimantan Selatan, ternyata merupakan sebuah pernyataan eksistensi Pulau Kalimantan sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Proklamasi 17 Mei 1949 merupakan bagian dari proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, dengan tujuan yang sama mau merdeka, bebas dari penjajahan. Pernyataan Proklamasi 17 Mei 1949 tidak terlepas dari adanya perjanjian Linggar Jati pada 4 Mei 1947 yang menyatakan bahwa Belada secara de facto hanya mengakui NKRI atas Jawa, Madura dan Sumatera, sedangkan Kalimantan ingin dipisah. Pembentukan ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan oleh Hasan Basry cs di atas keyakinan untuk ikut mengawal dan mempertahankan Proklamasi 17 Agustus 1945 yang berada dalam bahaya, serta memastikan Kalimantan tetap menjadi bagian integral NKRI.

Dengan dasar tersebut, maka begitu ada peluang untuk menyatakan kemerdekaan, maka Proklamasi 17 Mei 1949 dikumandangkan dengan memiliki dua tujuan utama yakni “merdeka” dan tetap dalam wadah “NKRI”.

Perjuangan rakyat Kalimantan Selatan tidak serta merta berhenti setelah pernyataan proklamasi. Berbagai pergolakan-pergolakan dari rakyat di daerah-daerah terus membara untuk mengusir pemerintah NICA-Belanda di bumi Lambung Mangkurat ini. Pemerintah NICA-Belanda akhirnya kemudian mengusulkan untuk melakukan gencatan senjata (cease fire), akibat tekanan yang bertubi-tubi dan pantang menyerah dari para pejuang untuk melawan agresor pemerintah kolonial NICA-Belanda. Puncak dari cease fire ini ketika diadakannya pertemuan bersejarah di sebuah desa kecil yang bernama Munggu Raya (Kandangan). Pertemuan tersebut dimaksudkan untuk penghentian permusuhan kepada pihak Belanda. Kemudian pada tanggal 1 November 1949 ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan dilikuidasi menjadi Kesatuan Angkatan Darat Divisi Lambung Mangkurat dengan panglimanya Letkol Hassan Basry.

Bagi bangsa Indonesia dan khususnya masyarakat Kalimantan Selatan, peringatan hari bersejarah tersebut mempunyai nilai yang amat penting untuk memcerahkan kembali rasa kebangsaan dan penghargaan terhadap perjuangan para pendahulu kita dalam menegakkan kemerdekaan. Kelahiran Proklamasi Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan di bawah pimpinan Brigjen H. Hasan Basry, telah memberikan inspirasi yang sangat kuat bagi bangkitnya semangat nasionalisme kita sebagai bagian dari bangsa Indonesia.

Peringatan tersebut, bisa kita dijadikan momentum dan tonggak sejarah perjuangan seluruh rakyat, dalam merintis perjalanan untuk menjadi bangsa yang merdeka dan memiliki jati diri sebagai bangsa yang berdaulat dalam bingkai negara kesatuan NKRI.

Kesadaran kebangsaan yang telah diletakkan oleh pendahulu kita merupakan refleksi kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai bhinneka tunggal ika. Nilai-nilai yang sejalan dengan semangat demokrasi yang mengakui dan menghormati perbedaan-perbedaan, tetapi tetap mengutamakan persatuan dan kesatuan.

Refleksi dari semangat pergerakan nasional Budi Utomo, juga telah memberikan dorongan kepada para tokoh pergerakan nasional pada zaman itu untuk memupuk semangat kebersamaan dan semangat untuk bersatu. Dorongan ini lahir karena adanya kesadaran, bahwa sebagai bangsa yang majemuk, nilai-nilai persatuan dan kesatuan merupakan sendi-sendi kekuatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pengalaman sejarah telah membuktikan, bahwa betapa semangat persatuan dan kesatuan mampu menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi segala tantangan, hambatan, gangguan dan bahkan ancaman dari berbagai pihak yang ingin merongrong kedaulatan negara. Dengan semangat persatuan dan kesatuan itu pula, segala persoalan dan permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dapat diselesaikan dengan baik.

Begitu pula pengalaman yang terjadi dengan Tentara ALRI Divisi IV Pertahanan Kalimantan, dengan semangat “Waja Sampai Kaputing” mereka mampu menghadapi tentara Kolonial Belanda melalui jalinan persatuan dan kesatuan Tentara ALRI dengan rakyat.

Nilai-nilai semacam ini yang seyogyanya harus kita ambil, dipelajari, serta dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat sebagai bentuk apresiasi kita terhadap pengorbanan para kesuma bangsa. Dengan demikian semangat dan jiwa Kebangkitan Nasional menjadi penting untuk terus tetap digelorakan bagi setiap individu warga banua, agar tetap waspada dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Jadi mari kita hargai jasa para pejuang kita melalui penyadaran sedari dini makna paling hakiki dari arti sebuah “Perjuangan”.

Meminjam kata-kata Hassan Basry “pejuang-pejuang Kalimantan yang ikhlas tidak menuntut jasa”, bukankah kita adalah pejuang.

Sekali merdeka tetap merdeka. Semoga.

Tulisan ini di dedikasikan untuk menghormati jasa-jasa pahlawan Proklamasi 17 Mei 1949…

Penulis: Putra Daerah HSS di Banjarmasin

2 Comments »

  1. Sip …

  2. Kamal Ansyari said

    Lanjutkan!

RSS feed for comments on this post · TrackBack URI

Leave a comment