Archive for May 21, 2008

Buku, Tradisi Menulis dan Kebangkitan Nasional

Sebagai urang banua, mari kita lanjutkan tradisi hebat yang dibangun Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari. Di zaman mesin tulis belum populer, apalagi komputer dan internet, beliau telah menulis belasan buku. Ketika etnik-etnik Nusantara lainnya belum menulis, Datuk kita telah mencontohkan bagaimana menulis sangat positif. Buku beliau dipakai di manca negara. Paling populer, Sabilal Muhtadin…” (Ersis Warmansyah Abbas)

Menulis di kalangan Islam, sebenarnya mempunyai akar sejarah yang sangat kuat. Ini dibuktikan dengan banyaknya karya-karya cendekiawan muslim, yang bisa kita lihat dan kita baca sampai sekarang. Di mana dengan berbagai karyanya tersebut, para cendekiawan Islam dikenal tidak hanya di kalangan Islam sendiri, tetapi juga oleh orang non muslim.

Avessina (Ibnu Shina), adalah contoh kecil cendekiawan muslim yang kepakarannya terutama di bidang kedokteran, sangat diakui. Di mana buah karyanya berjudul al Qanuun fi al-Thibb, menjadi rujukan oleh mereka yang belajar kedokteran. Bahkan dengan karyanya itu, ia “dinobatkan” sebagai bapak kedokteran dunia.

Cendekiawan lain adalah Imam al-Ghazali. Di mana magnum opus-nya Ihya’ Ulumiddin, konon menjadi rujukan oleh negeri Barat (dan Eropa) selama lebih kurang 7 abad lamanya.
Karya-karya mereka lah yang membuat mereka dikenal. Karya yang tidak lapuk oleh waktu, karena ditulis dalam sebuah media bernama buku atau kitab, sehingga bisa dinikmati oleh generasi yang jauh di bawahnya.

Read the rest of this entry »

Comments (3)

De Javu di Hari Kebangkitan Nasional

Waktu terus berputar seperti jarum jam. Tanggal 20 Mei tahun 2008: Hari Kebangkitan Nasional baru saja berlalu. Ramai-ramai kita merayakannya dengan gembira, masing-masing dengan tingkah-polahnya: pawai, apel kebangkitan, bazaar, demonstrasi, bikin resolusi, atau adapula yang menyampaikan doa dengan khidmat. Orang-orang berucap: semoga ke depan hidup lebih baik, rejeki bertambah, tercukupi sandang pangan, kemiskinan berkurang, dan tak ada lagi bencana.

Suatu kewajaran bila kita berharap sesuatu yang lebih baik di hari kebangkitan nasional bangsa. Hanya saja kita juga mesti tabah, karena harapan-harapan kita itu lebih sering terbang begitu saja entah ke mana (?). Hilang diterpa angin puting beliung, dihanyutkan banjir, dan tertimbun tanah longsor. Betapa seringnya apa yang kita angankan dan kita pikirkan jauh di atas kenyataan apa yang kita dapatkan.

Bukankah di hari Kebangkitan Nasional setahun yang lalu, kita juga pernah berucap hal sama seperti kali ini. Bahkan di Harkitnas setahun sebelumnya lagi juga begitu. Harkitnas 10 tahun yang lalu sepertinya begitu juga. Harapan-harapan yang kita ucapkan tak beranjak dari yang itu-itu saja. Kalau begitu mungkin tahun depan kita juga akan mengucapkan harapan yang sama seperti tahun ini.

Read the rest of this entry »

Leave a Comment