Benarkah, Martapura Krisis Ulama? (Refleksi Haul ke-4 Guru Sekumpul)

Abah GURU2

Sosok ulama waratsatul ‘anbiya satu persatu meninggalkan dunia fana ini, sementara generasi penerusnya (dalam kualitas sama) sulit didapat sekarang, bahkan hampir terbilang langka. Kepergian ulama meninggalkan dunia ini adalah salah satu tanda-tanda akhir zaman. Maka semakin “gelaplah dunia” ini karena ketiadaan ulama yang selama ini sebagai ‘pelita’ dunia.

Empat tahun lalu, Rabu 10 Agustus 2005, bertepatan 5 Rajab 1424 H, seorang ulama besar yang punya kualitas sosok warasatul ‘ambiya (pewaris nabi) telah dipanggil Sang Khaliq, dia Al-Mukarram KH.Muhammad Zaini Abdul Ghani atau yang akrab kita panggil Guru Sekumpul, seorang ulama besar terkenal di Kalimantan.

Martapura berduka pada saat itu, betapa tidak seorang putra terbaiknya yang selama ini menjadi panutan, rujukan bahkan “idola” umat telah berpulang ke rahmatullah, menghadap Ilahi Rabbi. Di tengah krisis dan tanda tanya siapa gerangan “pewaris” Guru Sekumpul, rasa prihatin dan duka tak dapat disembunyikan, bahkan hingga kini.

Demikian juga kira-kira gambaran situasi keresahan umat Islam di Kalsel khususnya di Martapura sekarang ini, dilihat dari kacamata keprihatinan akan semakin langkanya sosok ulama panutan warga banua.

Persoalan mendasar yang mungkin inheren dengan krisis ulama dewasa ini, karena beban dan tugas mereka yang begitu berat dalam mengayomi umat untuk tidak terpecah-belah. Pada dasarnya ulama memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan bangsa, hal ini karena ketokohannya di bidang ilmu agama dan merupakan panutan masyarakat.

Sebagai panutan, mereka mempunyai kharisma. Sampai sekarang, masyarakat umumnya masih menerima dan menghayati pengertian ulama sebagai ketokohan yang khas. Masyarakat belum menerima seorang ekonom disebut ulama, atau seorang dokter dikatakan ulama kendati mereka paham ilmu keagamaan dan mampu membaca dan menelaah kitab kuning, misalnya. Fanatisme kepada ulama disebabkan kefanatikan orang terhadap pengetahuan agama sang ulama, penghayatan dan sekaligus pengamalannya terhadap nilai-nilai agama tersebut. Karena itu, tidak semua yang mengerti Islam dapat sekaligus disebut ulama.

Ketaatan atau kesetiaan kepada ulama, bukan sesuatu yang direncanakan dan dibuat-buat, tapi ia tumbuh dengan sendirinya. Karenanya, bila seorang yang tahu sepotong dua potong ayat dan hadits kemudian dikhutbahkan atau diceramahkan, orang tersebut belum masuk ”kelas ulama”. Karena muballigh atau da’i bukan ulama, tapi setiap ulama sudah pasti muballigh atau da’i. Dalam Islam tidak berlaku sistem kerahiban. Lalu siapa yang bertanggung jawab terhadap agama (Islam)? Karena tidak berlakunya sistem rahbaniat itu. Sudah pasti setiap individu muslim berhak menyampaikan amar ma’ruf nahi munkar, dalam batas kemampuan dan pengetahuannya tentang agama itu.

Akan tetapi setiap yang ber-amar ma’ruf dan nahi munkar tersebut belum tentu ulama, karena ulama seperti diurai di atas, juga memiliki ciri khas yang lain, yaitu “kaum sarungan” dengan syal melekat pada pundaknya, serta peci putih atau sorban yang tak pernah lepas dari kepalanya. Di samping ciri khas lainnya adalah, murah senyum, ramah, bersahaja, satu dua kata yang dikeluarkannya mengandung doa. Materi atau honor mengajar bukan persoalan bagi mereka. Diberi atau tidak, banyak atau sedikit ”amplop” yang diberikan juga bukan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Bagi sang ulama menyampaikan dan mengajar sebagai upaya pencerahan umat adalah sebagai bentuk tanggung jawab.

Teringat akan hal inilah kemudian penulis meneteskan air mata ketika melayat ke kubah makam Guru Sekumpul (dengan doa kiranya Allah melapangkan kuburnya). Semasa hidup, beliau ikhlas mengajar ummat di komplek Langgar Ar Raudhah, Sekumpul. Ceramah agama yang beliau sampaikan mampu menyejukkan kalbu, tak hanya bagi mereka yang tergolong dewasa maupun orang tua, tapi juga bagi kalangan kawula muda. Sekali kita mendengar petuah dan pesan-pesan agama yang penuh berisi dan disampaikan secara persuasif itu, membuat hati siapa pun jadi rindu untuk datang lagi pada kegiatan pengajian beliau. Kini ulama kharismatik itu telah tiada, tapi sosok dan figur kepribadian beliau tak akan pernah hilang dari ingatan kita.

Ulama Beralih Profesi

Dalam telaah sejarah bangsa kita, pada kurun waktu terakhir, banyak ulama kita yang “beralih profesi”. Mereka berbondong-bondong meninggalkan pesantren untuk menjadi anggota dewan. Betapapun hal ini bisa dinilai sebagai memisahkan ikan dari air, kenyataannya kebanyakan ulama kita tidak bisa berperan dengan baik dalam lembaga perwakilan itu. Karena lapangan politik pada dasarnya bukan dunia mereka, bahkan tidak sedikit kemudian ulama yang terseret ke dalam pusaran arus yang demikian kuat, sehingga keulamaan mereka lenyap. Sementara itu pesantren dan ummat menjadi lemah justru setelah ditinggalkan oleh ruh dan jiwa para ulama.

Dulu, Martapura sangat dikagumi, dicintai dan digandrungi, tidak hanya oleh bubuhan pelajar, mahasiswa dan kaum mudanya yang militan, tapi juga muslimat (kaum ibu) demikian antusias setiap kali diucapkan kata Martapura. Hal ini disebabkan para ulamanya yang kharismatik yang memberikan pencerahan keagamaan kepada masyarakat dengan petuah dan hikmahnya. Mereka bukan sarjana-sarjana perguruan tinggi, tapi keluasan ilmuannya lebih dari seorang yang meraih gelar profesor doktor sekalipun. Lemari di rumah mereka penuh dengan kitab kuning yang setiap saat mereka muthalaah, kemudian diajarkan. Keikhlasan, kesabaran, kejujuran, ketaatan, dalam beragama itu pulalah yang membuat mereka menjadi ulama yang kharismatis dan disegani, di samping menciptakan persaudaraan yang demikian kental tanpa adanya kelompok kepentingan.

Krisis Kaderisasi

Harus diakui, kita telah mengabaikan kaderisasi ulama. Dibanding begitu banyak madrasah dan pesantren yang didirikan, kita tidak memiliki lembaga khusus yang merupakan laboratorium ulama yang diperlukan. Dulu Ponpes Darussalam menjadi kebanggaan sebagai “wahana” pencetak para ulama, dan guru-guru agama. Akan tetapi belakangan agaknya telah terjadi pergeseran, sejak Darussalam kehilangan ulama-ulama tuanya yang istiqomah dan ikhlas berjuang, kaderisasi ulama pun seakan terabaikan. Akibatnya, Darussalam kehilangan gregetnya, tidak hanya di daerah Martapura, tetapi juga di penjuru Kalimantan.

Kalaupun kemudian banyak putra putri Darussalam yang setelah tamat dari madrasah kemudian melanjutkan pendidikannya di perguruan tinggi baik dalam maupun luar negri, mereka inilah seharusnya pengganti para ulama. Akan tetapi dalam kenyataannya, mereka lebih senang memakai gelar Drs, atau Lc, MA Timur Tengahnya dengan mengikatkan diri dengan biroksasi, dan jarang sekali yang bersedia hidup mandiri di tengah umat.

Hal ini mungkin disebabkan tuntutan hidup yang pragmatis, bukan lagi idealis. Karena tuntutan hidup pragmatis adalah kepentingan, dan kepentingan disini adalah materi (baca: fulus). Atau mungkin juga karena mereka lebih suka disebut “cendikiawan” Muslim, ketimbang ulama, tuan guru, syeikh, kiyai , atau buya. Bahkan, tak jarang pula kita temukan kitab yang penuh berlemari-lemari peninggalan seorang ulama tidak terjamah, karena tidak seorangpun putra/putri beliau yang mampu membaca, apalagi memahami bahasa Arab. Andaikata saja, setiap ulama menargetkan seorang saja dari putra-putranya untuk dipersiapkan sebagai calon ulama, barangkali keadaan tidak seperti sekarang ini. Tapi itulah kenyataannya.

Pertanyaannya kemudian, ke mana lagi kita mencari sosok ulama waratsatul Anbiya kalau kita sekarang sudah pesimis dengan apa yang terjadi di Martapura? “Sesungguhnya Allah akan mencabut ilmu pengetahuan, tidak dengan mencabutnya langsung dari manusia, melainkan dengan mewafatkan ulama. Dan jika tidak tersisa satupun orang alim, maka manusia mengangkat para pemimpinnya yang jahil, yang jika diminta pendapatnya, mereka memberikan fatwa tanpa pengetahuan sehingga mereka sesat menyesatkan”. (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad dan Turmudzi).

Tulisan ini hanyalah sekadar refleksi memperingati Haul ke-4, Al-Mukarram KH.Muhammad Zaini Abdul Ghani, Sekumpul Martapura… “Semoga Allah Swt senantiasa mencurahkan rahmat, kasih sayang, dan ampunan-Nya kepada beliau dan kepada kita semua”.

Wallahu A’lam

20 Comments »

  1. SQ said

    terima kasih. Tulisannya mengingatkan saya kembali semasa hidup beliau..ah..seolah kembali ke masa masih sekolah, menepuk terbang dan mensyiar ya sayyidi, mendengar ceramah guru di Sekumpul. Rasanya benar-benar terharu……….

    waktu rasanya begitu cepat berlalu. Masa dimana dicabutnya ilmu pengetahuan akan datang. Dan saya percaya, itu terus berlangsung. Yang bisa dilakukan hanyalah, tetap bertahan pada keyakinan dan mengambil segala kebaikan dalam peristiwa. mudah2n kita semua diselamatkan dunia akhirat..Amieen.

  2. Lukman said

    Benar Krisis Ulama yg murobbi mursyid. klo penceramah memang banyak, bahkan dulu pernah ada daii cilik segala, msh ingat nggak?
    maka nya guru sekumpul adalah pembaharu (muzaddid) dari datu kalampayan yg mungkin akan lahir lagi 100 tahun ke depan. itu pun klo ada rezeki nya orang banjar

  3. @ahmad said

    akhir jaman sudah dekat

  4. robin said

    Sebetulnya kita tak boleh mengatakan kata-kata yagn tidak kita ketahui dengan baik,seperti kata-kata yang mengakibatkan suatu negeri krisis ulama…kita mesti ingat bahwa semuanya itu sudah menjadi ketentuan Allah dan kita mesti bisa memahami seasuatu baik yaitu Allah,kita juga harus bisa memahami segala sesuatu yang terjadi itu pasti ada maksud dan tujuan nya,ketika kita melihat dan mendengar dengan baik dan kita harus bisa tau apa sebab nya di suatu negeri itu terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan dan itu semuanya sudah menjadi ketentuan Allah juga,walaupun kadang kala kita ingin tau apa sebab nya hal itu terjadi….!
    Kita sebagai manusia yang percaya dan yakin kepada sang pencipta yaitu Allah mesti bisa memahami segala yang di sampaikan oleh Allah sehingga kita tau apa yang akan kita kerjakan dan lakukan dan ucapkan kepada DIRI kita dan orang lain….!
    Sekarang kita akan mengomentari segala yang terjadi di alam semesta ini tapi sebaik nya kita berbicara tentang yang terjadi di negeri kita sendiri….!
    Banyak orang-orang di negeri kita suka berbicara tentang sesuatu yang baik Yaitu ALLAH tetapi tak satupun diantara mereka yagn memahmi Allah bahkan ada yagn hanya mau sesuatu yagn ada sekarang saja seperti uang /harta setelah mereka menyampaikan sesuatu yagn baik kepada orang-orang,dan kita mesti ingat bahwa Allah itu tidak suka dengan orang yang berbicara baik kepoada orang lain mengharapkan sesuatu dari orang lain apa lagi menerima sesuatu dari orang lain tanpa izin Allah…dan ini yang jarang sekali dari pada orang -orang yang di anggap ulama yagn mengerti akan hal ini….!
    Suadah seharusnya kita menyadari akan hal itu apalagi kita sebagai manusia yang percaya akan sang pencipta,dan kita harus ingat bahwa Allah Maha segalanya dan Allah Maha tau apa yagn terjadi dan tau apa yagn akan kita alami karna Allah lah yagn menentukannya,tetapi kita mesti ingat bahwa segala ketentuan Allah itu lah yang mesti kita ketahui dengan baik agar kita dapat berbuat baik untuk DIRI kita dan ORang lain dan orang -orang yang kita sayangi serta orang yagn tidak kita kenal….
    Jadi kalau di suatu negeri sudah tidah ada lagi orang yagn dapat menjadi panutan kita maka kita tak perlu merasa risau akan hal itu dan kita mesti ingat bahwa ALLAH lah yagn bisa mengajarkan kita apapun dan ALLAH lah yagn tau segala yagn kita Alami dan inginkan meskipun kita tak menyampaikan nya Allah pun tau akan hal itu,dan kita mesti bisa memahami Allah karena Allah itu ada dimana kita berada asalkan kita mau berbuat baik untuk DIRI kita Dan orang lain s,sedang orang -orang yang terdapat di negeri yagn anda maksudkan yaitu Martapura,masih ada yang bisa menyampaikan hal yang baik tetapi belum lah seperti yagn diharapkan,namun apa yagn terjadi itu mesti kita pahami bahwa kita harus bisa memberikan yang terbaik untuk DIRI kita dan Orang lain dengan segala yang kita ketahui dengan baik….kalau ada yagn mau tau akan hal itu datanglah dan katakan lah pada saya karena saya mau menjelaskan agar anda-anda mengerti dan tau apa maksud ini semua dan anda kan tau segala yang baik itu jika memang anda bisa dan mau untuk di ajarkan dengan segala ketulusan untuk mencari tau apa yang belum anda ketaui…Maksih

  5. Belakangan memang banyak ulama yang beralih Profesi menjadi pejabat, sayangnya kadang tidak mampu berdakwah lagi, malah terba-bawa… salam kenal

  6. Ass.

    semoga beliau diterima di sisi Allah SWT ….

  7. […] Benarkah, Martapura Krisis Ulama? (Refleksi Haul ke-4 Guru Sekumpul) […]

  8. Farhan said

    Semoga negeri ini tidak mengalami degradasi keimanan…
    semoga orang-orang seperti almarhum mulai bermunculan dengan ajaran yang benar………..

  9. rizal said

    sebagian besar memang benar apa yang dikatakan tersebut, namun di Martapura masih ada guru-guru agama yang tawadu dan istiqomah dalam menjalankan agama Allah. Memang yang seperti abah guru belum ada, karena beliau adalah ulama yang berdiri diantara ummat, aku juga turut merasa kehilangan beliau, semoga Allah SWT memberi kita warga martapura ulama-ulama yang menjadi panutan semua pihak, amin

  10. Rizky said

    Assalamualaikum….. Kunjungan kenegaraan……

  11. salam kenal.. boleh tukeran link?

  12. kahfi said

    assalamualaikum, wr.wb. umpat ngasih komentar nah!!

    masa ga ada penerusnya sih, apakah perlu di adakan audisi…tuk mengembangkan generasi penerus

  13. Muhammad Nur Arifin Billah said

    … asslm… Janga kawatir Abah Sekumpul sebelum wafat seudah menyiapkan gantinya.. kita berdoa saja mudah2an… cepat dikeluarkan ALLAH ulama yang kita tunggu-tunggu… wllhua’lm

  14. bibah gudang tengah. said

    walau mungkin tk ad lg sperti beliau. kta berdoa saja semoga penurus x juga bisa buat hati kita tersentuh. dpt memberi contoh yg terbaik..amin.

  15. Ghozali said

    Ass,Numpang Komen:Klo’ Mnurut Saya Sih,Mungkin Kturunan Guru Skumpul Belum Nyampek Usiany/Wktuny Oleh ALLAH U/ Di Angkat Sbagai Ulama’/Wali,,Smuanya Butuh Proses,,,Baik Di Hadapan Mnusia Blum Tntu Baik Di Hadapan ALLAH & Jelek Di Hadapan Mnusia Blum Tntu Jelek Di Hadapan ALLAH,,,Sbagai Mnusia Yg Sadar Kita Jngn Cuma Sami’na We Ato’na Hnya Kpd Guru Ijai Aja Mlainkan Kpd Kturunan Beliau Kita Hrus Bersikap Dmikian juga & Bukankah Udah Jelas Di Dlam Kitab Ta’lim Muta’allim Kita Hrus Brsikap Sprti Itu Agr Ilmu Yg Prnh Kita Dpt Dari Almarhum Mnjdi Ilmu Yg Barokah Di Dunia & Akhirat Klo Kita Mrasa Sbagai Sntriny,Ok.Marilah Kita Smua Introspeksi Diri,Prbnyk Tobat & Mhon Ptunjuk Kpd ALLAH Agr Kita Smua Di Bimbing Oleh ALLAH Ke Jalan Yg Lurus & Seiring Dngn Ridhony,Amin.Alfatihah.Amin.

  16. ............, said

    insya allah tdk lama lg martapura akan kmbali lg spt saat itu…

  17. cahaya mahkota said

    qutbul akwan 40 hr sblm meninggal sdh menunjuk ganti nya…. siapa mau mencari tedapat,,,(ketemu),,,! cari lah guru yg mengajar seperti guru sekumpul, ikhlas,, tanpa bayaran, anti minta bantuan kepada makhluk apalagi pemerintah, anti politik,, tidak merubah lagu syair serta terbang maulid, sering mengingat kan untuk m baca shalawat, dan membaca wirid ,. jika anda mencoba mencari disertai do’a dan sering ziarah ke makam beliau,,, insya allah akan di ketemukan kpd ganti beliau,,,, sebab aulia tidak meninggal melainkan hanya berpindah.

    • coepast said

      ya. ini pas bin bujur. Insyaallah ttmu asal bujur2 minta lwn Allah dgn berkat sidin (guru).

  18. Rahman said

    Nabi SAW.bersabda:”selagi akn dtng suatu zaman yg pd zman itu sedikit ulamanya tapi bnyak yg ahli ceramah(ahli omong).

RSS feed for comments on this post · TrackBack URI

Leave a comment